GMLS Bareng UMN Gelar Nobar dan Diskusi Film Dokumenter “The Indigenous”

Beritatangerang.com
Disclosure: This website may contain affiliate links, which means I may earn a commission if you click on the link and make a purchase. I only recommend products or services that I personally use and believe will add value to my readers. Your support is appreciated!

Beritatangerang.com – Kolaborasi Gugus Mitigasi Lebak Selatan (GMLS) bersama Universitas Multimedia Nusantara (UMN) menggelar Nonton Bareng (nobar) dan Diskusi untuk film dokumenter bertajuk “The Indigenous” karya Watchdoc Documentary.

Acara berlangsung pada Kamis (14/9/2023) di Command Center GMLS, Panggarangan, Lebak, Banten. Hadir juga Wakil Ketua Dewan Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Henriana Hatra Wijaya, Ketua GMLS Anis Faisal Reza, anggota GMLS, anggota GERMAS Remaja Tanggap Bencana Desa (RTBD), Komunitas Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Malingping, beserta mahasiswa MBKM Humanity Project UMN.

Dokumenter “The Indigenous” menceritakan bagaimana kearifan lokal yang menjadi bagian dari masyarakat adat Dayak Luhur di Cilacap (Jawa Tengah)  dan Dayak Iban di Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), menjadi cerminan dari begitu banyak komunitas masyarakat adat yang seringkali disalahpahami, akibat kegagalan khalayak dalam memahami makna di balik kearifan lokal itu sendiri.

Film in membahas banyaknya kesalahpahaman khalayak dalam menafsirkan definisi dari kearifan lokal. Nyatanya kearifan lokal memiliki makna tersendiri. Daerah Cilacap memiliki kearifan lokal “Sedekah Ketupat”, sebuah upacara untuk menghormati tamu yang datang serta relasi antar sesama manusia.

Sama seperti daerah Cilacap, Kapuas Hulu pun memiliki kearifan lokalnya tersendiri, Kearifan lokal tersebut bernama “Keduren Pansot”, upacara yang menjadi tanda terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen yang didapat, serta meminta kembali keberkahan yang serupa untuk tahun beplputnya.

Melalui kegiatan nobar dan diskusi ini, diharapkan agar generasi muda di wilayah Lebak Selatan tidak memandang negatif dan melupakan kekayaan budaya yang mereka miliki.

“Lebak Selatan adalah daerah yang memiliki kekayaan tradisi dan budaya yang begitu kaya. Ada ritual, ada simbol di dalam itu. Anak-anak sekarang sudah mulai berkurang pengetahuan tentang adat leluhurnya. Bahkan mereka memiliki stigma negatif mengenai adat leluhurnya sendiri,” kata Anis.

Kegiatan nobar dilanjutkan dengan sesi diskusi bertema “Makna Ritual dan Simbol dalam Komunitas Adat Banten Kidul dan Relevansinya terhadap Resiliensi Masyarakat” bersama Hennana Hatra Wijaya selaku Wakil Ketua Dewan Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara.

Sesi diskusi ditutup dengan pemaparan pendapat dari anggota KNPI Malingping dan mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara mengenai dinamika generasi muda dalam memahami komunitas masyarakat adat dan kekayaan budayanya. (rls/bd)

Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *